Cahaya kemerahan tampak di angkasa, menandakan hari menjelang sore. Angin sepoi-sepoi yang berhembus di dermaga membuai mata yang terlelah. Ingin sekali aku merebahkan diri, apalagi perjalanan menuju Teluk Kiluan sangat melelahkan. Namun, pemandangan Teluk Kiluan di sore hari itu sangat indah, sayang sekali jika dilewatkan.
Sinar matahari yang mulai meredup berbias di laut lepas. Suara ombak menghantam karang terdengar dalam ritme yang teratur. Beberapa ekor burung terbang melintas. Sore di Teluk Kiluan, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus, Lampung, sungguh tenang dan damai.
Tidak hanya kedamaian yang didapat dari mengunjungi teluk ini. Laut yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia itu juga kaya akan berbagai jenis biota laut seperti ikan, terumbu karang, dan berbagai jenis organisme lainnya. Salah satu yang khas di Teluk Kiluan adalah atraksi lumba-lumba di laut lepas.
Setidaknya ada dua spesies lumba-lumba di Teluk Kiluan. Spesies pertama, yang berbadan lebih besar dengan tubuh berwarna abu-abu dan sedikit pemalu, adalah Lumba-lumba Hidung Botol. Lumba-lumba yang lain adalah Lumba-lumba Paruh Panjang, yang bertubuh lebih kecil dan senang melompat.
Kedua jenis lumba-lumba itu cukup akrab dengan manusia. Lumba-lumba senang mendekati perahu atau kapal yang tengah melintas di laut. Dari jauh, tampak sirip mereka, mirip antena kapal selam yang semakin lama semakin mendekat. Setelah dekat, lumba-lumba pun berloncatan, bergantian menyelam, timbul tenggelam, hampir tidak ada jarak dengan perahu. Mereka seolah berlomba menunjukkan diri kepada manusia dan mudah disentuh. Lumba-lumba itu tampak sangat menggemaskan, ingin rasanya memeluk dan menciumi mereka.
Kekayaan alam.
Atraksi lumba-lumba di Teluk Kiluan memang merupakan salah satu kekayaan alam yang dapat dijual sebagai obyek wisata. Jumlah lumba-lumba di Teluk Kiluan bahkan mencapai ribuan ekor, tersebar di beberapa lokasi, di antaranya Lengkalit, Teluk Bera, Pulau Legundi, Pulau Rakata, Pulau Tabuan, dan Pulau Hiu.
Konon, pada tahun 1980-an, lumba-lumba sering muncul di pinggir pantai. Bahkan, menurut Amin, nelayan dari Desa Bandung Jaya, Kelumbayan, penduduk sering berteriak ”ribuan… ribuan”.
Lalu muncul ribuan lumba-lumba dari balik gelombang laut. Lumba-lumba itu seakan menari dan menunggang gelombang. Kini, dengan semakin maraknya perburuan lumba-lumba, mereka hanya dapat disaksikan di tengah laut.
Perjalanan dengan perahu dari dermaga sederhana di Desa Bandung Jaya hingga ke tengah laut, yang memakan waktu antara satu hingga dua jam, terasa tidak membosankan. Meski gelombang laut lumayan dahsyat, pemandangan di sepanjang jalan sangat memesona.
Teluk Kiluan dianugerahi belasan bahkan puluhan ”pulau” karang yang indah. Tidak seperti laut pada umumnya yang penuh sampah dan berbau sehingga tidak lagi berwarna biru, laut di Teluk Kiluan berwarna kebiruan dan begitu jernih. Jika beruntung, berbagai jenis ikan bisa dilihat dengan mata telanjang, mulai dari aneka ikan hias yang cantik hingga berbagai jenis ikan yang biasa disantap.
Karena tergolong laut dalam, berbagai ikan pelagis dapat ditemukan di Teluk Kiluan. Ikan tongkol, lemadang, tuna, hingga golongan ikan karang seperti kerapu mudah ditemukan di sana. Teluk Kiluan juga terkenal sebagai surga bagi lobster, cumi-cumi, dan kepiting.
”Saya hanya iseng mengikat jala di sekitar perahu. Pulangnya, saya dapat puluhan ekor ikan tongkol,” ungkap Solihin, seorang nelayan dari Desa Bandung Jaya.
Setelah dibersihkan, ikan-ikan itu lalu dijepit dengan dua bilah bambu. Solihin membakar batok dan sabut kelapa, sampai asapnya mengepul. Ikan-ikan itu lalu diasapi hingga berwarna kehitaman, menebarkan aroma yang membangkitkan selera. Setelah matang, disajikan dengan sambal seruit, sambal khas Sumatera Selatan yang berbahan mangga.
Ikan tongkol asap itu lebih nikmat disantap di pinggir Pantai Pasir Putih, satu lagi keelokan Teluk Kiluan. Dari Desa Bandung Jaya, pantai ini hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki naik turun gunung sekitar satu jam. Pantai Pasir Putih memang luar biasa putih, bersih, dan cantik. Tidak ada sampah yang mengganggu pemandangan atau kerumunan pedagang yang tidak teratur.
Jejak Penyu Sisik dan Penyu Hijau terlihat jelas di atas pasir. Jika beruntung, kita memang dapat mengintip saat kedua jenis penyu itu menggali lubang untuk menyimpan telurnya di dalam pasir.
Mungkin karena penyu-penyu itu baru saja bertelur, yang tampak hanya lubang-lubang bekas penyu menyimpan telur. Di sebuah lubang tampak telur penyu sisik berwarna putih dengan ukuran lebih kecil dari bola pingpong. Rupanya lubang itu terbuka karena digali biawak, yang belum sempat mengambil telur itu karena keburu kabur.
Tak tercantum di peta
Teluk Kiluan memang belum seterkenal Teluk Lampung atau Teluk Semangka yang sama-sama terletak di Provinsi Lampung. Teluk ini bahkan jarang tercantum di peta. Padahal, jaraknya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 80 kilometer dari Bandar Lampung atau sekitar 60 kilometer dari Kota Agung, ibu kota Kabupaten Tanggamus.
Agak sulit untuk mencapai Teluk Kiluan. Apabila ingin menggunakan mobil pribadi, kendaraan terpaksa parkir di Desa Bawang, Kecamatan Punduh Pedada, Kabupaten Lampung Selatan. Dari sana, perjalanan diteruskan dengan ojek. Tarif ojek dari Desa Bawang hingga ke Teluk Kiluan sebesar Rp 30.000. Padahal, jaraknya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 10 kilometer.
Rupanya, kondisi geografis yang sulit membuat tukang ojek memasang tarif tinggi. Untuk menuju Teluk Kiluan, motor itu harus mendaki Gunung Tanggang (1.162 meter). Jalan berupa tanah itu sangat sempit dan licin di waktu hujan.
Apabila enggan memompa adrenalin lewat jalan darat, Teluk Kiluan dapat dicapai lewat laut. Dari Teluk Betung, Bandar Lampung, teluk ini dapat dicapai dalam waktu tiga jam. Ada benarnya juga. Kalau sudah banyak tangan jahil yang merusak dan membinasakan, keindahan teluk Kiluan niscaya tinggal kenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar